Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (sosial stratification)
adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara
vertikal (bertingkat).
Menurut Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis).
Terjadinya pelapisan sosial :
Terjadi Dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri.
Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan
berdasarkan atas kesengajan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu
tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Pengakuan-pengakuan
terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya.
Oleh karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan
dan dasar dari pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu dan
kebudayaan masyarakatnya.
Terjadi Dengan Disengaja
Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar
tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas
dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Sehingga dalam hal wewenang dan kekuasaan ini maka di dalam organisasi
itu terdapat keteraturan sehingga jelas bagi setiap orang berada pada
tempatnya.
Adapun perbedaan pelapisan sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut :
Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan
anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang
siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan
teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, tidak
mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau
kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati
lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya.
Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat
yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu
pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial
masyarakat yang bersangkutan.
Kesamaan derajat adalah sifat perhubungan antara manusia dengan
lingkungan masyarakat umumnya timbal balik artinya orang sebagai anggota
masyarakat mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun
terhadap pemerintah negara.
Menurut Robert Mat Iver ada 3 pola umum piramida :
Tipe kasta, ciri-cirinya :
Pelapisan kekuasaan dengan garis pemisahan. Orang tidak bisa berpindah
lapisan baik dari atas ke bawah hampir tidak ditemui mobilitas sosial
vertikal.
Tipe Oligarkis, ciri-cirinya :
Pelapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas, perbedaan antar
lapisan tidak begitu mencolok terjadi pada masyarakat feudal yang sedang
berkembang.
Tipe demokratis, ciri-cirinya :
Mobilitas sosial vertikal tinggi, kedudukan sosial seseorang ditentukan
oleh kemampuan dan keberuntungan terjadi pada masyarakat demokratis
Berikut adalah teori-teori pelapisan sosial :
Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga
unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan
mereka yang berada di tengah-tengahnya.
Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan
bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai
olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda
setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia
pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki
kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
Gaotano Mosoa dalam The Ruling Class menyatakan bahwa di dalam seluruh
masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada
masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul
ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua
(jumlahnya lebih banyak).
Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat
yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas
yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di
dalam proses produksi.
Contoh :
Rasisme Dalam Sudut Pandang Islam.
Jagat sepakbola Inggris dalam dua pekan ke belakang sedang dilanda
gonjang-ganjing. Apa pasal? Ini karena ulah sang skipper (kapten) timnas
Inggris, John Terry (Chelsea) yang didakwa telah melakukan penghinaan
rasial kepada Anton Ferdinand (QPR). Untuk yang belum tahu, atau bukan
gibol, Terry berkulit putih, dan Anton Ferdinand berkulit hitam.
Sebenarnya, kasus rasis di sepakbola memang sering terjadi. Yang
paling sering terkena imbasnya adalah Samuel Etoo, baik semasa dia di
Barcelona maupun saat di Inter Milan. Dia sering diteriaki (maaf)
monyet.
Kesempatan ini kita akan ngulik tentang rasisme. Kenapa ada dan bagaimana Islam memandang isu ini.
Rasulullah Saw bersabda:Aku diutus kepada kulit merah dan hitam.
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah umat manusia dan jin.
Ya, ya, ya agama Islam diturunkan oleh Allah Swt. Untuk semua
kalangan, kaum dan tidak memandang warna kulitnya. Islam tidak pernah
memandang warna kulit, tapi yang dilihat adalah tingkat taqwanya.
Menyebut nama Bilal bin Rabah, kita pasti terbayang kisah keteguhan
hati seorang Muslim sejati. Betapa tidak. Saat umat Islam masih
berjumlah sekian orang serta kekejaman yang diterima kaum Muslim,
seorang budak berkulit kelam bertekad bulat dan mengikrarkan diri
beriman kepada Allah SWT.
Nama lengkapnya Bilal bin Rabah Al-Habasyi. Ia berasal dari negeri
Habasyah, sekarang Ethiopia. Ia biasa dipanggil Abu Abdillah dan
digelari Muadzdzin Ar-Rasul. Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43
tahun sebelum hijrah. Ia berpostur tinggi, kurus, warna kulitnya
cokelat, pelipisnya tipis, dan rambutnya lebat.
Ibunya adalah hamba sahaya (budak) milik Umayyah bin Khalaf dari Bani
Jumuh. Bilal menjadi budak mereka hingga akhirnya ia mendengar tentang
Islam. Lalu, ia menemui Rasulullah SAW dan mengikrarkan diri masuk
Islam. Ia merupakan kalangan sahabat Rasulullah yang berasal dari
non-Arab.
Setelah merdeka, Bilal mengabdikan diri untuk Allah dan Rasul-Nya. Ke
mana pun Rasul SAW pergi, Bilal senantiasa berada di samping
Rasulullah. Karena itu pula, para sahabat Nabi SAW sangat menghormati
dan memuliakan Bilal, sebagaimana mereka memuliakan dan menghormati
Rasulullah SAW. Jadi, kedatangan risalah Islam otomatis menghapus
rasisme.
Pada artikel di atas sangatlah terlihat jelas bahwa ada perpecahan
atau konflik yang di karenakan oleh warna kulit atau rasisme, yang
mengakibatkan adanya pelapisan sosial pada masyarakat.
Dalam sejarah islam, pelapisan sosial yang di sebabkan oleh rasisme itu
sudah sangat terkenal di masyarakat yaitu dengan perbudakan dan
perdagangan manusia. Tetapi setelah Rasulullah menyebarkan agama islam
rasisme itu sudah hilang dalam masyarakat, karena islam itu agama yang
demokratis dan tidak mengenal perbedaan ataupun kasta.
Dari uraian diatas menurut saya bahwa pelapisan sosial itu merupakan
sesuatu yang sudah menetap dalam masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa
masyarakat akan bergaul dengan kelompok pelapisan sosial tertentu. Hal
ini sangat tidak baik dalam proses sosial karena akan memecah persatuan
dan keharmonisan dalam masyarakat. Kemudian munculah peraturan-paraturan
yang menuju pada persamaan hak untuk semua lapisan-lapisan sosial
tersebut.
Source : MKDU Ilmu Sosial Dasar (Harwantiyo & Neltje F. Katuuk)
"Knowledge comes from looking at the world around us; wisdom comes from understanding it"–The Thinker's Journal
No comments:
Post a Comment